JOEL JANIBIE LANCANA

Kamis, 02 Juni 2011

Nisan Plangpling Lamreh Aceh Besar


A.  Latar Belakang Masalah
Sebelum Islam datang ke Aceh, penduduk di wilayah ini telah lebih dulu dipengaruhi oleh agama Hindu. Hal ini diketahui dari adanya peninggalan-peninggalan purba kepercayaan Hindu, terutama di daerah-daerah pesisir Aceh. Walaupun tidak ada bekas, namun dari ada cerita-cerita rakyat dan peraturan-peraturan lama dalam masyarakat Aceh dapat dipercaya bahwa Hindu telah beberapa lama mempengaruhi peradaban dan bahasa Aceh sebelum masuknya Islam.[1]
Agama Hindu telah masuk masuk ke Aceh seiring datangnya para imigran Hindia di kepulauan Nusantara sejak awal abad keempat masehi. Sejak itu diperkirakan agama Hindu sudah mulai berkembang di Aceh, terutama di wilayah-wilayah tertentu di pesisir Aceh.
Jika ditelusuri peninggalan-peninggalan purba yang diyakini sebagai bekas peninggalan Hindu, semuanya terletak di wilayah pesisir Aceh. Misalnya, beberapa bangunan bekas peninggalan Hindu di wilayah Krueng Raya di kaki gunung Selawah Aceh Besar dan sebagian lainnya di Laweung, Pidie. Bangunan-bangunan itu secara arkeologis diyakini sebagai bekas-bekas kerajaan Hindu kecil yang pernah berdiri di Aceh. Snouch Hurgonje yang banyak mempelajari tentang asal-usul Aceh mengemukakan, pengaruh Hindu yang lebih muda ditemukan di Aceh bisa dilihat pada cara berpakaian wanita Aceh, juga cara bersanggulnya yang miring, mirip cara bersanggul wanita Hindu. Selain dibuktikan banyaknya bahasa sangskerta dalam bahasa Aceh juga adanya kerajaan-kerajaan Hindu, yang tak hanya di Aceh Besar, juga Aceh Utara dan bagian timur.[2]
Kedadatangan Islam merupakan masa yang paling penting di Nusantara, bagaimana proses kedatangannya serta bagaimana proses Islamisasinya, sampai saat ini masih saja diperdebatkan. Namun yang pasti, pada abad ke 13 penguasa dipesisir timur Aceh merupakan penganut agama Islam. Hal ini dibuktikan dengan adanya makam Malik al- Shaleh di Kecamatan Samudera, Kabupaten  Aceh Utara yang pada batu nisannya tertulis angka 1297 M. pengaruh Islam berkembang seiring dengan meluasnya kekuasaan kerajaan Pasai, beberapa bukti berupa nisan-nisan yang tersebar diwilayah yang merupakan daerah bawahan kerajaan Aceh.
Jejak-jejak kebudayaan Hindu-Budha telah diubah, atau dihancurkan bersamaan dengan datangnya kebudayaan Islam yang mengharamkan pengarcaan. Beberapa sisa yang masih dapat ditemui adalah penggunaan motif hias yang terdapat pada beberapa nisan atau jirat masyarakat penganut Islam terawal. Salah satu contoh adalah ragam hias pada jirat adalah terdapat di Komplek Kuta Lubuk, demikian juga yang dengan hiasan yang terdapat pada temuan nisan yang menurt Suwedi Montana merupakan nisan Islam tertua di Aceh.[3]
Temuan-temuan tersebut menunjukkan masih menggunakan motif hias yang umum digunakan  pada masa Hindu-Budha. Ciri-ciri yang umum adalah tipe pola hias yang berupa sulur-suluran yang cenderung luwes dan tampak anggun dibalik kesederhanaannya. Sebuah jirat yang terdapat pada makam ditempat yang sama menunjukkan motif hias berupa kelopak padma. Kelopak padma adalah bunga yan tumbuh dirwa lahan basah, di air mengenang (ngencembeng/ Jawa) yang harus berlumpur seperti teratai. Bentuknya memang mirip teratai padma dan juga merupakan merupakan tradisi dalam agama Hindu yang merupakan sebuah simbol tempat kelahiran dewa.
Dalam peta perkembangan peradaban Islam, terlihat adanya kemerataan penyebaran corak lokal yang membungkus peradaban Islam, termasuk produk-produk seni. Kelonggaran dan variasi-variasi corak tersebut bersumber pada sintesis bahwa urusan seni termasuk dalam “ Antum a’lamu bi umuri dunyakum “ (kamu lebih memaklumi urusan duniamu). Bagian dari perkembangan peradaban Islam, sekaligus memperlihatkan dinamika pengkayaan, disamping fungsi seni adalah penghayatan sepuhan Allah ( shibgha –tullah).[4]
Peninggalan-peniggalan Arkeologi Islam cukup banyak terdapat di Aceh, seperti Batu Nisan Plangpling di Bukit Lamreh. Dari uraian di atas  maka penulis tertarik untuk mengangkat judul  “ Tipe dan Pola Hias Nisan Plangpling Lamreh Aceh Besar”.
Persebaran batu nisan kuno era Islam awal tersebut banyak ditemukan di kawasan Samudera Pasai. Ada beberapa tempat ditemukan jenis batu nisan yaitu Minye Tujoh dan Peut Ploh Peut. Tiga jenis batu nisan yang telah diuraikan di atas juga ditemukan di tempat itu. Perancangan bentuk batu nisan yang ada d Samudera Pasai dibedakan menjadi tiga bentuk. Pertama,  bentuk batu nisan dengan lengkung Persia yang terpotong bagian atasnya sehingga menjadi rata. Beberapa batu nisan, kadang-kadang, diberi mahkota berbentuk profil dengan susunan garis pelipit dan setengah bulat/lingkaran (belah rotan). Kesan yang dihadirkan secara visual berupa ‘kendi dengan penutupnya. Kedua,  bentuk batu nisan dengan sayap kecil pada bagian bahu dan bagian kepala berupa kendi’ kadang dengan mahkota. Ketiga, bentuk batu nisan dengan bahu bulat dan bagian kepala berupa kendi kadang dengan mahkota. Pahatan berupa bentuk bingkai atau panil menyerupakan bingkai pintu atau jendela. Panil dikombinasi dengan garis berupa gulungan atau spiral seperti belalai gajah.[5]
Batu nisan kuno  yang ada di Perlak, Aceh Timur merupakan Rancangan bentuk dan gaya batu nisan kuno di Pereulak, Aceh Timur, serupa dengan batu nisan tersebut. Pengamatan yang dilakukan di kawasan Paya Meuligo, Pereulak, pada 18 Agustus 2008 dipusatkan pada dua lokasi makam. Pertama, makam dengan dua buah makam, yang diduga sebagai sultan Perlak pertama, Sultan Sayyid Maulana Abd al Azis Syah dan isterinya. Kedua, makam dengan sebuah makam, namun diyakinkan di tempat ini dimakamkan dua orang tokoh dalam satu liang kubur, diduga sebagai Sultan Abd Allah Syah dan istrinya. Makam terakhir ini mempunyai dua bentuk batu  nisan yang berbeda untuk penanda bagian kepala dan bagian kaki makam. Batu nisan kuno di Peureulak ini polos, tidak ada pahatan motif hias dan kaligrafi. Kesan yang dihadirkan secara visual berupa kendi dengan penutupnya. Bentuk batu nisan serupa ini terdapat pada makam Sultan Sayyid Maulana Abd al Azis Syah dan batu nisan bagian kaki pada makam Sultan Abd Allah Syah.[6]
Berbicara tentang batu nisan, maka tidak terlepas pula dari pengaruh kebudayaan dari masyarakat, sebagian para ahli sejarah budaya berpendapat bahwa kebudayaan merupakan suatu hasil dari karya dan ciptanya manusia. Lahirnya sejarah adalah tidak terlepas pula dari perjuangan masyarakat terdahulu yang sekarang menjadii sebuah ilmu yang di pelajari baik ilmu yang sifatnya khusus atau umum, bahkan disaat sekarang sudah menjadi sebuah penelitian di setiap daerah, sejarah itu ada yang berupa tulisan dan ada pula yang berupa peningalan-peningalan atau bangunan yang  buatan manusia yang bersifat bergerak dan yang tidak bergerak.
            Sejarah Aceh meyebutkan, sebelum kerajaan Pasai yang di pimpin oleh Sultan Malik Al-Shaleh, sudah terdapat kerajaan Islam dengan rajanya yang bergelar Sultan dengan nama Sultan Johansyah yang memerintah pada tahun 1205 M. Makam Sultan ini terletak di kompeks makam kampung Pande, di kota Banda Aceh. Walaupun pada makam tersebut tidak terdapat angka tahun namum apabila dilihat dari bentuk nisannya kemungkinan memiliki umur yang lebih tua. Pada nisan tersebut terukir kaligrafi dengan huruf khat tsulus ornamental atau tsulust Jali, dengan ukiran dan bentuk nisan yang lebih menyerupai bentuk candi atau gading.
            Makam tokoh pahlawan Syah, juga menggunakan nisan tipe Plangpling. Pahlawan Syah dianggap merupakan musuh dari Meureuhom Daya yang mulanya menolak masuk Islam. Pahlawan Syah disebut juga dengan sebutan Datuk Pegu atau Husein.



[1]H.M Zainuddin, Tarich Atjeh dan Nusantara, Pustaka Iskandar Muda, Medan 1961,hlm 42.


[2]H.Abubakar Aceh “Sekitar Masuk Islam ke Indonesia”(Solo: Cv. Ramadhan Jl. Kenari 41B & 49B), hlm 4.

[3]Suwedi Montana, Pandangan lain tentang letak lamuri dan Barat ( Batu Nisan Abad ke VII- VIII Hijriah di Lamreh dan Lamno Aceh), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta:1996/1997, hlm : 90


[4]Repelita Wahyu Oetomo “ Perkembangan Bentuk Nisan Aceh, sebagai wujud kreatifitas masyarakat Aceh pada masa lalu” (Balai Arkeologi Medan, 2009), hlm 82.
[5]Deddy Satria,Nisan Kuno Awal Kerajaan Islam” dalam website Dedy Mulyadi. Com


[6]Dedy Satria, “Media Komunikasi dan Berbagi “ dalam website Dedy Mulyadi. Com. 2007.+

Laman

Me

Me
...!!!!......!!